Lari dari Kantuk

Cerpen sederhana tentang melawan rasa malas

CERPEN

Dikgun

4/28/20251 min baca

Aku benci pagi. Tapi hari itu, matahari seakan memanggilku untuk bangkit.

Aku menarik selimut lebih erat, berharap alarm ponselku menyerah membangunkanku. Tapi bunyi kerasnya makin lama makin aneh. Seolah-olah ada suara kecil berbisik di telingaku, “Bangun, Dina! Ini hari pentingmu!”

Aku terkejut. Dengan mata setengah terbuka, aku melirik jam. 07.10.
Astaga, lomba lari antar sekolah akan dimulai jam 8.

Tanganku bergetar saat menarik kaus olahraga dari gantungan. Sepatuku terseret-seret ke pintu. Rasanya tubuh ini masih ingin berunding dengan kasur. Tapi ada suara lain di hatiku, suara yang mungkin dibangkitkan alarm ajaib itu: "Kalau kamu menyerah sekarang, kamu akan menyesal."

Aku berlari kecil menuju halaman rumah. Sinar matahari menusuk mataku, menyadarkanku bahwa hari ini bukan hari biasa. Hari ini aku harus membuktikan sesuatu — kepada teman-temanku, kepada guruku, kepada diriku sendiri.

Sepanjang jalan, aku terus membatin.
"Tiap langkah ini berat, Dina. Tapi kamu lebih berat kalau menyesal."

Saat tiba di sekolah, aku melihat teman-teman sudah berkumpul di lapangan. Nafasku masih berkejaran, keringat membasahi pelipis. Pak Guru mengangguk sambil berteriak, “Dina, cepat ke garis start! Masih sempat!”

Aku tak sempat berpikir banyak. Aku berdiri di garis start, menenangkan nafasku, lalu bersiap.
"Siap... Mulai!"
Peluit berbunyi, dan aku berlari.

Langkah pertamaku terasa berat. Kantuk masih membuntutiku. Tapi langkah kedua, ketiga, dan seterusnya, semakin ringan. Aku membiarkan angin pagi menerpa wajahku, seolah meniupkan semangat baru.
Aku berlari, bukan untuk menang, tapi untuk membuktikan bahwa aku bisa mengalahkan diriku sendiri.

Dan saat aku melewati garis finish, aku tak peduli apakah aku juara satu atau bukan. Yang kupedulikan, aku tidak menyerah.

Tapi saat Pak Guru menyerahkan medali perak kepadaku, aku baru sadar: perjuangan kecil ini berarti besar.
Bukan hanya memenangkan lomba. Tapi memenangkan diri sendiri.

Sejak hari itu, aku memutuskan:
Aku akan berteman dengan pagi.[]